SRAGEN- Perpustakaan adalah surga pengetahuan yang dipersembahkan untuk masyarakat tanpa memandang ras, agama, maupun golongan. Sejak menjadi PNS tahun 1998 oleh negeri tercinta saya ditugaskan di Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Bekerja di perpustakaan menjadi tantangan yang menyenangkan karena sejak SD saya sudah menjadi pengunjung aktif di sini.
Tantangan terbesar adalah melawan paradigma dari pemerintah dan para ahli yang selalu rajin berkata bahwa rakyat tidak suka membaca tanpa kajian yang mendalam. Bagi saya vonis sesat semacam inilah yang menyebabkan pemerintah malas untuk membangun perpustakaan yang representatif bagi masyarakat dengan alasan masyarakat tidak suka membaca. Bagaimana rakyat mau suka membaca kalau pemerintah tidak konsekuen untuk menyediakan infrastruktur perpustakaan yang memadai?
Sejak tahun 2010, Saya bersama teman-teman Perpusda Sragen sudah mulai meracik formula baru untuk mengajak masyarakat agar mau berduyun-duyun datang membaca di perpustakaan. Formula ini adalah membangun perpustakaan berbasis komunitas. Untuk menarik komunitas remaja, Perpustakaan Daerah melengkapi diri dengan layanan wifi/free hotspot area bagi pengunjung yang membawa laptop sendiri dan 3 unit komputer untuk layanan internet gratis bagi yang tidak membawa laptop.
Perpustakaan berbasis komunitas memiliki perbedaan dengan
perpustakaan konvensional. Perpustakaan konvensional hanyalah sekedar
tempat untuk membaca dan meminjamkan buku saja. Perpustakaan sekedar
duduk manis menunggu kedatangan pengunjung tanpa usaha aktif.
Perpustakaan
berbasis komunitas berusaha keluar dari pakem tradisional ini dengan
melakukan promosi budaya baca yang aktif, dinamis, dan berkelanjutan
melalui aneka pelatihan, kegiatan, workshop, seminar, lomba dan layanan
berbasis teknologi informasi. Sehingga perpustakaan mampu menjelma
menjadi pusat literasi informasi masyarakat. Perpustakaan berbasis
komunitas mampu menyatukan ilmu pengetahuan yang ada di buku dan
informasi yang ada di dunia maya.
Formula baru ini semakin
berkhasiat ketika tahun 2012, Perpusda Sragen resmi bekerja sama dengan
PerpuSeru Indonesia membangun perpustakaan berbasis teknologi informasi.
Kerjasama dengan komunitas semakin berkembang. Komunitas remaja,
perempuan, dan wirausaha mulai lahir, hadir, dan ditakdirkan Tuhan untuk
menjadikan Perpusda Sragen sebagai rumah bersama.
Formula baru
ini ternyata mendapat pertolongan dari Tuhan. Skenario Tuhanlah yang
mengetuk hati PT Telkom untuk membantu 10 unit komputer lengkap dengan
ruangnya sekaligus yang diberi nama Broadband Learning Center (BLC) pada
Tahun 2013. Skenario Tuhan juga yang bekerja ketika Bupati Sragen
memberi tambahan 5 unit komputer pada tahun yang sama dan ditambah lagi
10 unit komputer pada tahun 2014.
Saat diresmikan pada tanggal 8
Mei 2014 ada 25 unit komputer yang digunakan oleh masyarakat untuk
pelatihan komputer dan internet. Ruang BLC ini dilengkapi dengan akses
internet Telkom speedy dan kini telah beralih ke indieHome dengan
kecepatan akses yang luar biasa. Ruang ini ibarat laboratorium teknologi
informasi bagi masyarakat Sragen yang dipadukan dengan kekuatan buku
yang berjajar rapi di rak perpustakaan. Di ruang ini masyarakat bebas
mengakses you tube untuk keperluan pembelajaran dan peningkatan
kesejahteraan.
Selain untuk keperluan pelatihan teknologi
informasi di ruang BLC Telkom, akses internet indieHome juga digunakan
untuk free hotspot area/wifi di ruang layanan perpustakaan. Setiap hari
masyarakat terutama kalangan pelajar asyik berinternet ria menikmati
informasi dari dunia maya tanpa melupakan informasi yang tersedia di
buku. Perpustakaan kini merupakan tempat nongkrong dan ngobrol yang
favorit bagi remaja.
Pelatihan teknologi informasi di BLC sangat
diminati oleh masyarakat. Pelatihan yang diberikan adalah komputer dan
internet dasar hingga tingkat lanjut sesuai dengan kebutuhan komunitas.
Ada yang unik dengan pelatihan ini. Jika di tempat lain, penyelenggara
pelatihan sibuk mencari peserta, di sini justru penyelenggara pelatihan
yang sibuk menerima permintaan pelatihan dari masyarakat.
Model
pembelajaran yang tidak terlalu formal memungkinkan peserta pelatihan
untuk menyampaikan kebutuhannya secara bebas. Dengan kata lain model
pembelajaran mengikuti kemauan peserta. Tahun 2014, pelatihan teknologi
informasi ini sudah melatih 1.271 orang lebih banyak dari Tahun 2013
yang baru mencapai angka 867 orang. Tahun 2015 angka ini terus meningkat
menjadi 1806 orang.
Melalui pelatihan internet di perpustakaan
anggota komunitas mulai mengenal sosial media dan toko jual beli
online yang sangat membantu mereka untuk memasarkan produk-produk usaha
mereka secara online. Ternyata media sosial bisa juga difungsikan secara
positif untuk meningkatkan taraf hidup anggota komunitas.
Keberadaan
BLC Telkom di perpustakaan ini selain membuat #IndonesiaMakinDigital
juga membuat popularitas Perpusda Sragen semakin meningkat ketika banyak
kegiatan perpustakaan yang diliput oleh media cetak maupun online dan
radio seperti Solo Pos, Joglosemar, Suara Merdeka, Jawa Pos Radar Solo,
Solo Pos TV, Radio Bhuana Asri, dan lain-lain. “Perpusda Sragen sekarang
kok sering masuk koran ya Bu? “, tanya seorang pejabat Dinas
Pendidikan ketika bertemu Kepala Kantor Perpusda Sragen.
Nanik Sukoco
Bahkan
para mantan TKI Sragen pun juga tertarik ke perpustakaan. Mereka
mendirikan komunitas Keluarga Migrant Indonesia (KAMI) yang
dideklarasikan di Perpusda Sragen pada tanggal 19 Maret 2014. Para
mantan pahlawan devisa ini kini banyak yang terjun bebas menjadi
wirausaha. Seperti Pak Asmadi Mendut yang menekuni bisnis kripik buah
dan Ibu Nanik Sukoco yang membuat kripik herbal. Saat ini jika kita
mengetik nama “Nanik Sukoco” di google maka akan muncul kisah sukses
beliau yang berawal dari Perpusda Sragen di website-website media
ternama di tanah air.
Perempuan kelahiran Sragen, 4 Juni 1976,
itu bernama lengkap Nanik Sukoco. Pada 18 Desember 2013, setelah
beberapa tahun menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga, ia
mendatangi Perpustakaan Sragen untuk mengikuti sebuah acara yang disebut
Sarasehan Wirausaha bertema “Berani Memulai Usaha Sekarang Juga”.
Hari
itu, Ibu Nanik duduk di antara para peserta sarasehan yang berasal dari
beragam latar belakang. Ada mantan TKI seperti dirinya, ibu rumah
tangga, sampai mereka yang sudah memulai berwirausaha.
Situs
suara.com, 29 Desember 2014 menuliskan bahwa sarasehan yang digelar
satu hari itu menjadi life changing experience bagi Nanik. “Di situ
semua kisah saya berawal. Itu pertama kali saya tahu soal Perpustakaan
Sragen, pertama kali memasukinya, dan sarasehan pertama juga.
Narasumber-narasumber sarasehan itu juga, salah satunya Bapak Solikhin
Abu Izzudin, penulis buku From Zero to Hero, begitu mengena di hati
saya, membuat saya tergugah untuk bangkit dan berani memulai usaha,”
ucap Nanik.
Setelah sarasehan, ia secara kontinyu berkunjung ke
perpustakaan. Nanik terus menggali pengetahuan, membaca dan membaca,
juga rajin mengikuti kegiatan-kegiatan di Perpustakaan, termasuk
berkomunitas.
Kini, nyaris dua tahun sejak dimulai, Keripik
Herbal Green Heart sudah menghasilkan pendapatan sekitar Rp 1.500.000
s/d 2.500.000 per bulan. Mungkin memang masih kecil, tapi Nanik
setidaknya sudah merasakan kebahagiaan batin yang tidak bisa dinilai
dengan uang.
Untuk memaksimalkan usahanya itu Nanik juga berupaya
memperluas jaringan dan pemasaran produk, termasuk pemasaran lewat
internet. “Saya juga dilatih membuat Facebook, blog, dan toko online
untuk pemasaran produk saya oleh Perpustakaan di BLC Telkom. Saya mulai
memasarkan Keripik Herbal Green Heart di
keripikherbalsragen.blogspot.com,” jelasnya.
Wahyu Widodo
Selain
Nanik Soekoco, ada nama Wahyu Widodo yang turut merasakan manfaat BLC
Telkom di Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Ketika bermain di
Perpusdes Wonorejo, Wahyu ditawari oleh Sidiq Awaluddin, pengelola
perpustakaan, untuk mewakili komunitas remaja mengikuti Pelatihan
Teknologi Informasi di Perpusda Sragen. Pelatihan komputer dan internet
untuk perpusdes yang mendapatkan bantuan komputer dari PerpuSeru ini
merupakan titik kebangkitan dan pencerahan remaja yang jago basket ini.
“Di
Perpusda Sragen, Saya diajari cara menggunakan internet dan maafaat
internet untuk kehidupan sehari hari. Video motivasi yang disuguhkan
dalam pelatihan ini sangat menggugah semangat saya untuk terus berusaha
semaksimal mungkin dalam keadaan apapun. Saya juga diajari cara
mencari informasi secara cepat dan tepat di dunia maya, “tutur anak
bungsu dari dua bersaudara ini.
Ketika pelatihan, Wahyu
diperkenalkan dengan situs jual beli online. Hal ini membuat Wahyu
teringat bisnis jahe merah yang ditekuni oleh Sang Paman. Api semangat
pun menyala di hati Wahyu. Ia segera menelusuri informasi jahe merah di
internet. Ternyata prospeknya sangat bagus. Akhirnya, remaja asli Desa
Wonorejo ini pun berkenalan dengan took online OLX.com yang dulu bernama
Toko Bagus.com.
Selesai pelatihan, Wahyu langsung
menghubungi penjual bibit jahe merah dan bertanya harga bibit jahe
merah. Ternyata butuh modal tidak sedikit untuk budidaya jahe merah. Ia
pun mencoba meminta modal kepada Ayah. “Apa kamu bisa ? Kamu aja
lulusan SMA bukan SMK Pertanian, “ujar Ayahnya yang masih meragukan niat
Wahyu.
Wahyu tak patah semangat ! Remaja yang lulus SMA tahun
2014 ini nekad meminta modal kepada kakaknya. Alhamdulillah diberi modal
dua ratus ribu rupiah. Tepat ulang tahun ke 19, Ayah memberikan kado
istimewa berupa tambahan modal dua ratus ribu rupiah. Jadi, modal awal
untuk merintis usaha ini hanya Rp 400.000, 00.
“Modal itu saya
belikan bibit jahe merah dan media-media yang digunakan untuk tanam jahe
melalui situs jual beli online. Ini adalah pengalaman pertama saya
bertransaksi online. Setelah sebulan seusai tanam saya bingung kenapa
jahe saya banyak yang mati. Saya pun mencari informasi di buku dan
internet yang tersedia di perpustakaan desa. Ternyata bibit yang saya
beli kualitasnya jelek, “kenang Wahyu.
Bibit jahe
merah pun disemai. “Tetangga saya sempat meragukan dan menertawakan,
tetapi saya tetap yakin jika Tuhan menghendaki pasti akan berhasil.
Setelah sebulan proses pembibitan mulai menunjukkah hasil yang
menggembirakan. Bibit yang siap tanam tersebut saya tanam untuk
menggantikan tanaman jahe saya yang mati. Ternyata bibit jahe yang siap
tanam masih tersisa banyak. Iseng-iseng saya memotret bibit jahe merah
saya. Foto ini kemudian saya upload ke OLX.co.id melalui internet di
perpustakaan. Bibit jahe merah saya jual dengan harga Rp. 1000/batang,
”ujar Wahyu.
. “Baru beberapa jam membuat iklan,
ponselku berdering. Ternyata ada dua orang dari Puwodadi dan Purworejo
yang mau membeli bibit jahe siap tanam dan rimpang jahe merah.
Alhamdulillah, ternyata betul, “Man Jadda Wa Jadda”. Barang pesanan saya
kirim ke Purwodadi dan Purworejo. Uang pembayaran ditransfer ke
rekening kakak ipar saya karena saya belum memiliki nomor rekening
sendiri. Dari transaksi online ini saya memperoleh laba Rp 400.000, 00
alias sudah balik modal, “ jelas Wahyu dengan gembira.
Setelah
langkah pertama ini sukses, wirausahawan remaja ini selalu aktif
mengiklankan bibit jahe merah baik yang siap tanam maupun yang rimpang.
Bulan pertama pesanan bibit jahe merah siap tanam lumayan banyak
terutama dari lingkungan sekitar. Ternyata di Sragen, baru remaja yang
tak pernah lalai shalat lima waktu ini yang menjual bibit jahe merah
siap tanam. Pundi-pundi rupiah pun mengalir deras ke kantong pebisnis
online pemula ini yang juga tutor dalam pelatihan IT di Perpusdes
Wonorejo.
Usaha bibit jahe merah ini terus bergerak maju. “Saya
mulai kebanjiran pesanan. Saya sampai harus minta tolong teman-teman
saya untuk membantu. Bahkan terpaksa harus menolak pembeli karena
kehabisan bibit. Kini, bibit jahe merah Saya sudah masuk di kota kota
di Pulau Jawa seperti : Subang, Garut, Surabaya, Bandung, Jepara dan
Jember . Selain itu, juga sudah merambah luar Jawa seperti :
Batam, Kepulauan Riau, dan Jambi, “ tutur remaja yang kini memiliki
penghasilan rata-rata dua sampai empat juta rupiah per bulan.
#IndonesiaMakinDigital
Sinergi
Telkom dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen dalam membangun budaya
literasi merupakan suatu bukti bahwa #IndonesiaMakinDigital. Kesadaran
berliterasi akan mengantarkan sebuah bangsa pada kedudukan yang
terhormat. Bangsa yang literate adalah bangsa yang mampu menjawab
tantangan zaman. Setiap orang dapat mencipta, mengakses, menggunakan,
dan berbagi informasi serta pengetahuan hingga memungkinkan setiap
individu, komunitas, dan masyarakat luas menggunakan seluruh potensi
mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan
mutu hidup.
Keberadaan BLC Telkom di perpustakaan terbukti
membawa manfaat nyata bagi masyarakat Sragen. Sehingga membuahkan
beberapa penghargaan. Tahun 2014 memperoleh Award/penghargaan dari Coca
Cola Foundation Indonesia (CCFI) sebagai Perpustakaan Umum Kabupaten
yang melakukan advokasi, layanan komputer dan internet,dan fasilitasi
kebutuhan masyarakat melalui layanan kepada masyarakat.
Penulis : Romi Febriyanto-Dinas Arpusda Sragen